PENGAKUAN NABI SUCI
"Dan orang-orang kafir berkata: Engkau bukanlah Utusan.
Katakanlah: Allah sudah cukup sebagai saksi antara aku dan kamu, dan pula
orang yang mempunyai ilmu Kitab"(13:43).
Selama perkembangan sosial suatu bangsa
tidak mencapai tingkat yang membutuhkan suatu pemerintahan yang terorganisir
untuk memecahkan pertentangan sesamanya, maka tak ada bentuk sistematis yang
diberikan demi hukum dan statuta.
Begitu pula, tanda-tanda kebenaran dari
pengakuan kenabian itu tergantung kepada perkembangan mental dari bangsa itu.
Pada zaman kuno, orang-orang biasa
menunjukkan kebenaran mereka dengan macam-macam cara, misalnya, dengan mengambil
janji, menyalakan api di tangannya, atau masuk kedalamnya, dengan selamat
menyeberangi arus yang deras, membuang diri dari suatu gunung tanpa terluka,
ramalan, sihir magis, berjalan di atas air, melemparkan arwah jahat kepada babi,
dan dengan menunjukkan trik-trik sulapan tangan. Karena itu posisi dari si
penguji atau pencari kebenaran sedikit lebih susah daripada sebuah mesin dewa.
Tak perlu ada pemikiran mendalam yang diperlukan untuk menuliskan keaslian dari
pengakuan semacam itu. Dalam agama Hindu, Yahudi, Majusi, bahkan dalam agama
Kristen dan kultus kuno prmbenaran atas orang-orang suci diputuskan dengan
kriteria semacam itu (1).
Namun. al-Quran tidak menggelar taumaturgi semacam itu
dalam menunjang pengakuan Nabi Suci Muhammad s.a.w. Jika kesempurnaan hukumnya
itu adalah kriteria dari masyarakat yang beradab, maka standar al-Quran yang
diletakkan bagi kebenaran klaim Nabi Suci mengandung suatu pertimbangan yang
hati-hati. Dalam ayat yang saya kutip di atas, dua macam kesaksian telah
dimajukan untuk mendukung klaim Nabi Suci, dan kesaksian ini telah dipandang
cukup untuk menegakkan kebenarannya -kesaksian dari Tuhan sendiri dan kesaksian
dari seseorang yang mengenal Kitab itu. "Kitab" itu, tentunya, berarti wahyu
-wahyu sebelumnya dari Tuhan.
Dalam hukum sejarah, dua faktor khusus bisa dicatat
pentingnya saksi dan relevan serta positifnya kesaksian itu. Dalam hal Nabi
Suci Muhammad s.a.w. keagungan dari peristiwanya jelas dari kenyataan bahwa
Tuhan sendiri yang berdiri sebagai saksi baginya.
Dengan kesaksian Tuhan biasanya diartikan dengan kejadian
dari Kitab Alam, tenaga selestial luar-biasa dan tanda-tanda langit yang selalu
menjadi ciri kebenaran dari orang-orang yang terilham dari Ilahi. Kita temukan
di alam semesta ini segala sesuatu itu diperintah oleh suatu hukum yang khusus.
Dari atom yang paling kecil hingga orbit yang sangat luar-biasa besarnya,
kiranya tak suatu pun di alam ciptaan ini yang bekerja tanpa suatu prinsip:
"Tuhan kami ialah Tuhan Yang memberi segala sesuatu sesuai terciptanya, lalu
memberi petunjuk" (Quran Suci 20:50).
Hukum Ilahi yang komprehensif menyeluruh ini adalah suatu
kesaksian yang kuat atas kebenaran klaim Nabi Suci; karena beliau adalah yang
pertama dari semua nabi yang memajukan alasan ini untuk membuktikan
universalitas dari wahyu Ilahi, umpamanya, bahwa setiap lembar daun di buku alam
dan setiap partikel dari ciptaan semuanya siap memerlukan kebutuhan akan
hukum-hukum yang telah ditanamkan oleh Yang Maha-kuasa di dalamnya. Bila Tuhan
Yang Maha-bijaksana, Pemelihara alam semesta, telah mengaruniai suatu hukum
bahkan kepada atom yang paling kecil, maka manusia, yang adalah karya tangan
Tuhan yang terbaik dari kekuasaan-Nya Yang Maha-perkasa, dengan suatu lapangan
yang sangat luas untuk tumbuh-kembang di hadapannya, pasti memerlukan petunjuk
dan cahaya langit demi pemeliharaan dan kemajuan perkembangannya. Berfirman Yang
Maha-kuasa dalam Quran Suci:
"Mahasucikanlah nama Tuhan dikau,
Yang Maha-luhur. Yang menciptakan, lalu menyempurnakan, Dan Yang memberi ukuran,
lalu memberi petunjuk (mereka kepada tujuannya)"
(87:1-3).
Menentukan bahwa seorang manusia itu terbatas dari wahyu
Ilahi dan menetapkannya hanya kepada periode atau kaum tertentu, tidak saja
menolak asma Tuhan Yang Maha-pengasih, Penyayang dan Maha-murah, melainkan juga
merendahkan kebutuhan utama dan inti-sari dari agama. Dia berhenti sebagai
kebutuhan yang tak tergantikan yang sangat perlu ditanamkan pada setiap bangsa,
atau bila itu rusak karena melapuknya waktu, maka harus dibangkitkan kembali
melalui seorang nabi baru yang membuatnya lagi sebagai daya motivasi kehidupan
kemanusiaan. Jika segenap bangsa di dunia, kecuali suatu kaum khusus yang
disayangi, bisa mengelola hidupnya tanpa agama, dan dapat menghasilkan, tanpa
wahyu serta ilham Ilahi contoh keluhuran budi dan kesalehan yang utama
sebagaimana ditampakkan suatu waktu dalam pribadi Zarathustra, Buddha atau
Ibrahim, dan kadang-kadang dalam pribadi Musa, Krishna atau Yesus Kristus,
sesungguhnya agaknya tak ada keadilan dalam memilah suatu kaum atau tempat
tertentu yang mendapat hidayat serta perintah khusus dengan melupakan sisa umat
manusia selebihnya. Dan jika itu adalah Tuhan Sendiri, Yang dengan hukum
pembalasan-Nya, secara tidak perlu menimbulkan perpecahan di kalangan manusia,
dengan menunjukkan Cahaya-Nya hanya kepada sedikit orang yang terpilih, dengan
mengabaikan sisanya serta mengutuknya ke neraka seolah mereka itu bukan
makhluk-Nya, maka Tuhan semacam itu tidak berharga untuk disembah. Dia tak ada
bedanya dengan dongeng seorang raja buta dari suatu kerajaan tanpa cahaya di
mana Yang menolaknya lebih baik dari pada menerimanya.
Ini adalah suatu subyek yang sangat
luas dan luar biasa ekstensif. Semakin lama seseorang merenung akan hal ini,
semakin terasa bahwa jelas kebutuhan akan agama hanya timbul dalam keadaan bahwa
Islamlah yang hadir. Islam menjaga bahwa para nabi itu dibangkitkan dari masa
ke masa di setiap bangsa di dunia, dan Kemurahan dari Tuhan Yang Mahapenyayang
tidak pernah meninggalkan satu pun dari makhluk-Nya dari cahaya dan bimbingan
atas Agama Sejati. Juga dia berpegang bahwa agama itu pasti diketemukan di
setiap zaman dan iklim sebagai suatu kenyataan yang mapan; pengikutnya harus
menganggap penyiarannya sebagai tujuan utama hidupnya. Tak ada suatu pun
kekuatan di dunia, betapa pun besarnya; bisa menahan mereka dari cita-cita
dakwahnya. Bila tidak maka setiap rahasia dalam penyiaran agama serta bisik
rayuan musik di telinganya, kalau diketahui orang lain, bisa mengurangi tujuan
utama dari agama.
"Dan sesungguhnya
telah Kami bangkitkan bagi tiap-tiap umat seorang Utusan, sabdanya: Mengabdilah
kepada Allah dan jauhkanlah diri kamu dari tuhan-tuhan palsu".(Q.S.16:36).
Nabi Suci Muhammad, dari semua
nabi-nabi di dunia, telah dianugerahi gelar yang unik. Satu ciri yang menandai
dakwahnya yalah bahwa beliau menjamin kebenaran dari semua nabi yang telah wafat
sebelum beliau, dan membuat kewajiban bagi pengikutnya agar mengimani mereka
seluruhnya, seperti kepada risalah Ilahinya sendiri juga. Prinsip Islam ini
begitu menarik dan agung, sehingga itu tidak saja membentuk dasar utama dari
Agama Sejati dan perdamaian universal, melainkan juga sedikit penyimpangan saja
dari prinsip itu akan merubuhkan seluruh struktur agama ke tanah. Karena,
menurut Islam, agama adalah suatu realitas universal yang bisa diketemukan pada
setiap bangsa di dunia. Dalam abad ini, manusia dengan pandangan seperti ini
telah melompat keluar dari nyaris semua agama, yang menjadi suatu pertanda
jelas akan tak bergemanya lagi kredo ini. Tetapi Muhammad adalah guru terilham
pertama yang mengajarkan prinsip yang agung ini ke dunia. Tiada nabi sebelumnya
yang menurunkan kebenaran ini, atau pun suatu agama lain yang mempunyai keimanan
kepada semua nabi, suatu rukun iman yang penting.
"Segala puji
kepunyaan Allah, Tuhan sarwa sekalian alam" (Q.S.1:1).
Dia adalah Tuhan Timur dan juga Tuhan
Barat. Dengan menyisihkan pengakuan atas munculnya para nabi di setiap bangsa,
kebanyakan agama-agama itu tidak cukup toleran dan ramah bahkan untuk memberi
hak bahwa Tuhan mereka itu adalah Tuhan atau Dewa dari bangsa-bangsa lain juga.
Agama Brahma dan Weda memandang hanya bangsa Arya-lah anakanak Tuhan itu
(Nirukta 6:26). Induk sapi Weda hanya menghasilkan susunya bagi kaum Brahma,
Ksatria dan Waisya, serta hanya memberi makan dan memelihara mereka saja (2). Yehovah, Tuhan bangsa Israel, tadinya tidak
sepenuhnya merupakan Tuhan mereka sendiri. John S.Hayland dalam bukunya
"A brief history of civilization" (Suatu sejarah singkat peradaban)
halaman 72 menulis:
"Tuhan yang disembah bangsa Yahudi
tadinya dipandang sebagai Dewa suku dari bangsa nomad... untuk berabad-abad
bangsa Yahudi terus-menerus menganggap Tuhan ketulusan ini sebagaiTuhan mereka
saja... Tetapi ide ini yakni bahwa Tuhan kebangsaan mereka sendiri itu adalah
juga Tuhan dari orang-orang lain tidak pernah diterima baik dan diangkat oleh
massa penduduk Yahudi".
"Katakanlah: Allah
sudah cukup sebagai saksi antara aku dan kamu. Sesungguhnya, Dia itu Yang
Maha-waspada, Yang Maha-melihat kepada hamba-hamba-Nya" (Q.S.17:96).
Dalam ayat ini, kesaksian Tuhan berarti
kemenangan Kebenaran dan kepanikan kepalsuan. Kebenaran, meskipun maraknya
penentangan, akan bertumbuh dan berkembang; sedangkan kepalsuan, meskipun
didukung dengan kekuasaan dan privilese, akan lenyap, karena, Tuhan dengan
kekuatanNya Yang Mahakuasa senantiasa Waspada dan Melihat. Kesaksian kedua dari
Tuhan ini ditemukan dalam setiap fase dari kehidupan Nabi dalam bentuk sukses
yang mengagumkan. Tanda-tanda langit yang muncul untuk membantu Nuh, Ibrahim,
Buddha, Krishna, Musa, Zarathustra dan segenap nabi di dunia, muncul dalam
bentuk yang paling nyata dalam mendukung Nabi Muhammad. Kebesaran sukses dan
keunggulannya, yang menyingkirkan perlawanan yang kuat, sedikitnya ikhwan dan
benyaknya musuh, adalah suatu bukti nyata dari bantuan Ilahi. Bahkan para musuh
Islam telah mengakui sukses yang unik dari Nabi ini, dan hal itu, sebagai bukti
nyata, bahwa kebesaran yang sesungguhnya itu yakni adalah yang juga diakui oleh
lawan-lawannya.Encyclopedia Britannica dalam artikel "Quran" menggambarkan Nabi
Suci sebagai:
"Yang paling penuh sukses dari
segenap nabi serta tokoh keagamaan"(3)
"Dan tatkala Allah
membuat perjanjian melalui para Nabi: Sesungguhnya apa yang Kami berikankepada
kamu berupa Kitab dan Kebijaksanaan --lalu Utusan datang kepada kamu,
membenarkan apa yang ada pada kamu, seharusnya kamu beriman kepadanya dan
membantu dia. Ia berfirman: Apakah kamu membenarkan dan menerima perjanjian-Ku
dalam (perkara) ini? Mereka berkata: Kami membenarkan. Ia berfirman: Maka
saksikanlah dan Aku pun golongan yang menyaksikan bersama kamu" (Quran Suci 3:80).
Di samping dua kesaksian yang telah
disebut di atas, masih ada kesaksian Tuhan yang mengagumkan lainnya yang merujuk
kepada ayat ini. Suatu perjanjian telah diminta dari segala bangsa di dunia
melalui nabi mereka masing-masing, bahwa pada saat nabi yang akan mengkonfirmasi
kebenaran meraka dan mendukung dengan bukti atas Kitab-kitab Suci mereka itu
datang, mereka harus menerimanya dengan tangan terbuka, dan memberikan segala
bantuan sebisanya. Perjanjian nabi ini dicatat dalam Kitab-kitab Suci mereka
berbentuk nubuat. Nabi Muhammad s.a.w. membawakan kebenaran yang unggul ini ke
dunia, yang membuktikan mutlak perlunya agama itu dan kemudian menegakkannya di
atas kaki-kaki yang teguh. Keadaan dimana kitab-kitab suci dunia ini diketemukan
sekarang, sesungguhnya adalah suatu hal yang mengejutkan. Tak diragukan lagi
bahwa naskah Kitab-kitab agung ini telah diberikan kepada para nabi jauh di masa
lalu. Tak ada satu Kitab Suci pun dari suatu agama yang diketemukan dalam bentuk
aslinya serta kesuci-murniannya pada saat datangnya Nabi Suci, bahkan hingga
hari ini. Kitab-kitab semacam itu, karenanya, tidak dapat membuktikan kebenaran
agama, bahkan, nabi mereka sendiri pun perlu dilacak kebenarannya. Sejumlah
prasangka dan kesalahan riwayat telah muncul dari para nabi, Zarathustra,
Ibrahim, Krishna dan Isa, sedemikian banyaknya sehingga mereka dipandang
hanyalah sebagai tokoh fiktif belaka. Begitu besar perbedaan yang diketemukan
menyangkut nama, tempat, dan periode dari nabi-nabi pra-sejarah ini, yang
kehadirannya saja terkadang diragukan. Jadi, Nabi Suci telah meletakkan semua
nabi-nabi ini beserta tugas berat mereka dengan mendukung kebenarannya.
Sesungguhnya beliau telah melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh Kitab
atau para pengikutnya sekarang. Dengan cara ini, dengan bukti kolektif dari
mereka semuanya, beliau juga menegakkan dan menjelaskan kebenaran dari agama.
Dan dalam abad tanpa agama dan materialisme ini, suatu argumen yang lebih baik
atas kebenaran agama sungguh sulit di dapatkan --suatu alasan dimana orang-orang
bijak dan berfikir jernih dari segenap negeri bisa mufakat. Kami mengundang
perhatian dari orang-orang dari segala aliran yang berfikiran adil atas
kesaksian yang sangat penting lainnya semacam ini. Seperti halnya Nabi Suci yang
menjamin kebenaran dari semua nabi di dunia, dan membuatnya wajib bagi seorang
Muslim untuk beriman kepada mereka semuanya; dengan cara yang sama, segenap nabi
di dunia ini menjamin kebenaran Nabi Suci, dan meminta para pengikutnya agar
mengimani beliau. Tak seorangpun nabi yang sudah berlalu yang tidak memberikan
berita gembira atas kedatangan Nabi Besar ini yang akan muncul sebagai yang
terakhir dari semuanya. Fakta bahwa Muhammad menjamin kebenaran dari nabi-nabi
pendahulunya, membentuk suatu landasan yang kuat bagi perdamaian antar bangsa
serta persaudaraan umat manusia. Tetapi mengatakan bahwa semua nabi di dunia
mengkonfirmasi kebenaran risalah Muhammad, tetap menjadi argumen yang lebih
kuat, yang membuktikan kebenaran dan kesatuan dari segala agama. Masalah, bahwa
beberapa nabi yang terakreditasi dari setiap bangsa atau iklim itu meramalkan
kedatangan Nabi Suci patut mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari
setiap pencari kebenaran. Muhammad adalah pembenar dari segenap nabi, dan
doktrin ini, sebagaiamana kita katakan, adalah dasar dari perdamaian dan
persahabatan seluruh dunia. Para nabi di dunia adalah pembenar dari Muhammad.
Begitulah, ini membentuk sanggar suci dari dunia agama. Dia yang tetap bertahan
tanpa wilayah suci ini akan segera jatuh menjadi mangsa hidup tanpa Tuhan dan
tanpa agama.
0 komentar:
Posting Komentar