Kamis, 02 Mei 2013

Dakwah


Dakwah Tauhid

 

 

 


Kaum muslimin yang dirahmati Allah, setiap orang tentu mendambakan kebahagiaan hidup, muda maupun tua, miskin maupun kaya, orang desa maupun penduduk kota. Sementara kebahagiaan tidak akan diraih kecuali dengan iman.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Rukun Iman
Iman memiliki pilar-pilar. Barangsiapa yang tidak menegakkan pilar-pilar ini maka tidak tegak bangunan iman di dalam dirinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir; yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)
Diantara keenam rukun iman, maka iman kepada Allah adalah bagian yang terpenting dan paling pokok untuk diperhatikan. Dan yang dimaksud beriman kepada Allah itu mencakup empat perkara:
  1. Mengimani wujud Allah
  2. Mengimani rububiyah Allah
  3. Mengimani uluhiyah Allah
  4. Mengimani asma’ wa shifat Allah
Iman Terhadap Wujud Allah
Keyakinan tentang keberadaan Allah adalah keyakinan yang tertanam di dalam hati setiap insan. Oleh sebab itu tidak ada keraguan sama sekali padanya, bahwasanya Allah itu ada, dan Allah itu tunggal adanya. Bahkan, orang arab pedalaman pun bisa mengenali keberadaan Allah. Sebagaimana halnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, demikianlah keyakinan mereka.
Iman Terhadap Rububiyah Allah
Rububiyah Allah maksudnya adalah perbuatan-perbuatan Allah, semacam mencipta, mengatur, menghidupkan, mematikan, memberikan rizki, dan lain sebagainya. Kita wajib mengimani bahwa Allah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pemelihara alam semesta. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. Al-Fatihah: 1)
Iman Terhadap Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah maksudnya adalah sifat ketuhanan dan sesembahan hanya boleh dimiliki oleh Allah. Tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia. Inilah yang senantiasa kita ikrarkan di dalam sholat kita dengan membaca Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”
Ini pula yang terkandung dalam kalimat syahadat laa ilaha illallah; yang artinya adalah tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Inilah yang biasa disebut dengan tauhid. Inilah intisari dakwah para rasul. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, telah Kami utus kepada setiap umat seorang rasul [yang berseru]: Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. An-Nahl: 36)
Iman Terhadap Asma’ wa Shifat Allah
Asma’ artinya nama-nama, sedangkan shifat artinya sifat-sifat. Allah memiliki nama-nama yang maha indah dan sifat-sifat yang maha sempurna. Wajib bagi kita untuk mengimaninya. Kita tidak boleh menolak apa yang telah ditetapkan Allah untuk diri-Nya, atau apa yang telah ditetapkan Rasul mengenai sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita juga tidak boleh menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatu apapun yang semisal dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha  Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Tauhid Tujuan Penciptaan
Tauhid; yaitu beribadah kepada Allah dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya, merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Allah ta’ala juga memerintahkan (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (QS. An-Nisaa’: 36)
Tauhid Sebab Keamanan dan Petunjuk
Tauhid inilah yang menjadi sebab turunnya keamanan dan petunjuk dari sisi Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah ta’ala menyatakan dalam firman-Nya (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan, dan mereka itulah yang akan mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-An’aam: 82)
Sebaliknya, orang yang hidupnya bergelimang dengan syirik dan kekafiran maka dia tidak akan mendapatkan rasa aman dan curahan hidayah dari Rabb-nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)
Syirik Tidak Diampuni Allah
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berbuat dosa syirik besar dan tidak bertaubat darinya maka di akhirat di akan dihukum kekal di dalam neraka, sebagai bentuk keadilan hukum dari Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan Dia masih berkenan mengampuni dosa-dosa lain yang berada di bawah tingkatan itu, yaitu bagi siapa yang dikehendaki oleh-Nya.” (QS. An-Nisaa’: 48)
Oleh sebab itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari tauhid dan mengamalkannya serta mempelajari syirik dan menjauhinya. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Kitabnya dengan judul Bab Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Beliau berdalil dengan firman Allah (yang artinya), “Maka ketahuilah (baca: ilmuilah), bahwasanya tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Allah dan mintalah ampunan atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Maka Allah mendahulukan ilmu, sebelum selainnya.
Prioritaskan Dakwah Tauhid
Mempelajari dan mendakwahkan tauhid adalah kewajiban yang harus didahulukan sebelum kewajiban yang lain. Karena tauhid adalah hak Allah, sedangkan hak Allah harus lebih didahulukan daripada hak hamba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu)
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu tatkala beliau mengirimnya untuk berdakwah di negeri Yaman, “Hendaklah yang pertama kali kamu dakwahkan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma)
Inilah jalan Rasul dan para pengikutnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad): Inilah jalanku; aku mengajak [manusia] kepada Allah di atas dasar bashirah/ilmu. Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku…” (QS. Yusuf: 108)
Tauhid Kunci Surga
Tauhid inilah sebab utama untuk bisa masuk ke dalam surga dan merasakan berbagai kenikmatan tiada tara yang terdapat di dalamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah haramkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah ikhlas karena mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu)
Takut Dari Bahaya Syirik
Setiap muslim semestinya merasa takut apabila dirinya terjerumus dalam perbuatan syirik dan kekafiran. Bagaimana tidak? Sedangkan para sahabat saja -manusia terbaik setelah para nabi- merasa khawatir dirinya tertimpa kemunafikan. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku bertemu dengan tiga puluh sahabat Rasulullah sedangkan mereka semuanya merasa takut kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.”
Bahkan, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari kesyirikan. Beliau berdoa, sebagaimana dikisahkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Jauhkanlah diriku dan anak keturunanku dari memuja berhala.” (QS. Ibrahim: 35). Karena itulah, salah seorang ulama terdahulu yang bernama Ibrahim at-Taimi mengatakan, “Kalau begitu, siapakah yang bisa merasa aman dari bencana [syirik] setelah Ibrahim?!”
Marilah kita berdoa, semoga Allah melindungi kita dari perbuatan syirik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.

0 komentar:

Posting Komentar