Dakwah Tauhid
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, setiap orang tentu mendambakan
kebahagiaan hidup, muda maupun tua, miskin maupun kaya, orang desa
maupun penduduk kota. Sementara kebahagiaan tidak akan diraih kecuali
dengan iman.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada di dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling
menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi
kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Rukun Iman
Iman memiliki pilar-pilar. Barangsiapa yang tidak menegakkan
pilar-pilar ini maka tidak tegak bangunan iman di dalam dirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah
kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para
rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir; yang baik maupun
yang buruk.” (HR. Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)
Diantara keenam rukun iman, maka iman kepada Allah adalah bagian yang
terpenting dan paling pokok untuk diperhatikan. Dan yang dimaksud
beriman kepada Allah itu mencakup empat perkara:
- Mengimani wujud Allah
- Mengimani rububiyah Allah
- Mengimani uluhiyah Allah
- Mengimani asma’ wa shifat Allah
Iman Terhadap Wujud Allah
Keyakinan tentang keberadaan Allah adalah keyakinan yang tertanam di
dalam hati setiap insan. Oleh sebab itu tidak ada keraguan sama sekali
padanya, bahwasanya Allah itu ada, dan Allah itu tunggal adanya. Bahkan,
orang arab pedalaman pun bisa mengenali keberadaan Allah. Sebagaimana
halnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, demikianlah keyakinan
mereka.
Iman Terhadap Rububiyah Allah
Rububiyah Allah maksudnya adalah perbuatan-perbuatan Allah, semacam
mencipta, mengatur, menghidupkan, mematikan, memberikan rizki, dan lain
sebagainya. Kita wajib mengimani bahwa Allah satu-satunya pencipta,
penguasa, dan pemelihara alam semesta. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. Al-Fatihah: 1)
Iman Terhadap Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah maksudnya adalah sifat ketuhanan dan sesembahan hanya
boleh dimiliki oleh Allah. Tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia.
Inilah yang senantiasa kita ikrarkan di dalam sholat kita dengan membaca
Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”
Ini pula yang terkandung dalam kalimat syahadat laa ilaha illallah;
yang artinya adalah tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah.
Inilah yang biasa disebut dengan tauhid. Inilah intisari dakwah para
rasul. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, telah
Kami utus kepada setiap umat seorang rasul [yang berseru]: Sembahlah
Allah saja, dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. An-Nahl:
36)
Iman Terhadap Asma’ wa Shifat Allah
Asma’ artinya nama-nama, sedangkan shifat artinya sifat-sifat. Allah
memiliki nama-nama yang maha indah dan sifat-sifat yang maha sempurna.
Wajib bagi kita untuk mengimaninya. Kita tidak boleh menolak apa yang
telah ditetapkan Allah untuk diri-Nya, atau apa yang telah ditetapkan
Rasul mengenai sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita juga tidak boleh menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatu apapun yang semisal
dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura:
11)
Tauhid Tujuan Penciptaan
Tauhid; yaitu beribadah kepada Allah dan meninggalkan segala
sesembahan selain-Nya, merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia.
Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56). Allah ta’ala juga memerintahkan (yang
artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan
dengan-Nya sesuatu apapun.” (QS. An-Nisaa’: 36)
Tauhid Sebab Keamanan dan Petunjuk
Tauhid inilah yang menjadi sebab turunnya keamanan dan petunjuk dari sisi Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah ta’ala
menyatakan dalam firman-Nya (yang artinya), “Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (syirik), mereka
itulah yang akan mendapatkan keamanan, dan mereka itulah yang akan
mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-An’aam: 82)
Sebaliknya, orang yang hidupnya bergelimang dengan syirik dan
kekafiran maka dia tidak akan mendapatkan rasa aman dan curahan hidayah
dari Rabb-nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah haramkan
atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi
orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)
Syirik Tidak Diampuni Allah
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berbuat dosa syirik besar
dan tidak bertaubat darinya maka di akhirat di akan dihukum kekal di
dalam neraka, sebagai bentuk keadilan hukum dari Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik kepada-Nya dan Dia masih berkenan mengampuni dosa-dosa lain
yang berada di bawah tingkatan itu, yaitu bagi siapa yang dikehendaki
oleh-Nya.” (QS. An-Nisaa’: 48)
Oleh sebab itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk
mempelajari tauhid dan mengamalkannya serta mempelajari syirik dan
menjauhinya. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam
Kitabnya dengan judul Bab Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Beliau
berdalil dengan firman Allah (yang artinya), “Maka ketahuilah (baca:
ilmuilah), bahwasanya tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Allah
dan mintalah ampunan atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Maka Allah
mendahulukan ilmu, sebelum selainnya.
Prioritaskan Dakwah Tauhid
Mempelajari dan mendakwahkan tauhid adalah kewajiban yang harus
didahulukan sebelum kewajiban yang lain. Karena tauhid adalah hak Allah,
sedangkan hak Allah harus lebih didahulukan daripada hak hamba.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah
atas hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu)
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu
tatkala beliau mengirimnya untuk berdakwah di negeri Yaman, “Hendaklah
yang pertama kali kamu dakwahkan kepada mereka adalah supaya mereka
mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma)
Inilah jalan Rasul dan para pengikutnya. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad): Inilah jalanku; aku
mengajak [manusia] kepada Allah di atas dasar bashirah/ilmu. Inilah
jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku…” (QS. Yusuf: 108)
Tauhid Kunci Surga
Tauhid inilah sebab utama untuk bisa masuk ke dalam surga dan
merasakan berbagai kenikmatan tiada tara yang terdapat di dalamnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah haramkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah
ikhlas karena mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu)
Takut Dari Bahaya Syirik
Setiap muslim semestinya merasa takut apabila dirinya terjerumus
dalam perbuatan syirik dan kekafiran. Bagaimana tidak? Sedangkan para
sahabat saja -manusia terbaik setelah para nabi- merasa khawatir dirinya
tertimpa kemunafikan. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku bertemu dengan
tiga puluh sahabat Rasulullah sedangkan mereka semuanya merasa takut
kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.”
Bahkan, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun berdoa kepada Allah
agar diselamatkan dari kesyirikan. Beliau berdoa, sebagaimana dikisahkan
Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Jauhkanlah diriku dan anak
keturunanku dari memuja berhala.” (QS. Ibrahim: 35). Karena itulah,
salah seorang ulama terdahulu yang bernama Ibrahim at-Taimi mengatakan,
“Kalau begitu, siapakah yang bisa merasa aman dari bencana [syirik]
setelah Ibrahim?!”
Marilah kita berdoa, semoga Allah melindungi kita dari perbuatan
syirik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah mengampuni
dosa dan kesalahan kita. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.
0 komentar:
Posting Komentar