Hatmiyah at Tarbiyah
(Tarbiyah: Suatu Kemestian)
Tarbiyah suatu keniscayaan dalam prosesnya dapat dilakukan minimal
dengan tiga pendekatan, idealis, taktis dan operasional.* Pendekatan Idealis
Tarbiyah adalah jalan bagi para da?i Islam, tidak ada jalan lain, atau dengan
kata lain jalan para da?i adalah jalan tarbawi yang memiliki paling sedikit
tiga karakter mendasar.
Pertama: Sulit tapi hasilnya paten (Sha?bun - Tsabit )
Sulitnya sebuah proses biasanya membuahkan hasil yang berkualitas, oleh
karena itu proses da?wah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, bukanlah
perkara yang mudah, bayangkan, lima tahun pertama dalam da?wahnya di
Mekkah baru hanya terkumpul ?Arba?una rajulan wa khamsu niswatin? (40
laki-laki dan 5 wanita), akan tetapi ke 45 orang inilah yang kemudian
menjadi ujung tombak da?wah, yang tidak hanya ?Qaabilun lidda?wah?
tetapi juga ?Qaabilun litthagyir?, bahkan mereka seluruhnya menjadi
?Anashiruttaghyir?, ?Agen of change?, agen perubahan sosial dari
masyarakat jahiliyah menuju masyarakat yang islami.
Berda?wah memang tidak mudah, karena berda?wah melalui proses tarbiyah
ibarat menanam pohon jati, yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara
sehingga akarnya tetap kuat menghunjam dan tidak goyah diterpa badai dan
angin kencang, oleh karena itu jalan tarbawi adalah proses menuju
pembentukan pribadi yang paten, atau dengan kata lain memiliki ?matanah?
(imunitas) baik secara ?ma?nawiyah? (moralitas), ?fikriyah? (gagasan dan
pemikiran) dan ?Tandzhimiyah? (struktural).
Ka?ab bin Malik ra. Adalah salah satu contoh dari sebuah kepribadian yang
paten, yang dengan kesadaran ma?nawiyah, fikriyah dan tandhimiyahnya, Ia
mengakui kelalaiannya tidak turut serta dalam perang Tabuk, dan kemudian
iapun dengan ikhlas menerima ?uqubah (sanksi) yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW. Bahkan ketika datang utusan dari kerajaan Ghassan yang
secara diam-diam menemuinya untuk menyampaikan sepucuk surat dari raja
Ghassan yang isinya antara lain suaka poltik dan jabatan penting telah
tersedia untuknya bila Ia mau eksodus, Ia malah berkata seraya merobek
surat tersebut:?Ayyu Mushibatin Hadzihi? (Musibah apa lagi ini..!)
Itulah sebuah refleksi dari sikap matanah yang hanya bisa dihasilkan melalu
proses tarbiyah yang tidak mudah, melalui jalan da?wah yang terkonsep
secara paten, Al-Qur?an menyebutnya dengan ?Al-Qaulu Al-Tsabit? [QS.
Ibraih (14): 27 ], yang terumuskan di atas konsep yang baik atau ?Kalimat
Thayyibah? bukan ?kalimat khabitsah? [QS. Ibraih (14): 25 - 26 ).
Kedua: Proses yang Panjang tetapi terjaga kemurniannya (Thawil -
Ashil)
Da?wah adalah perjalan panjang, perjalan yang dilalui tidak hanya oleh satu
generasi, bahkan untuk dapat mencapai target dan sasaran jangka
panjangnya membutuhkan beberapa generasi, Ingatlah ketika Rasulullah
SAW mengayunkan palu memecahkan bebatuan parit Khandaq, ada percikan
apa keluar dari sela-sela hantaman palu dan batu memercik ke arah timur,
lalu beliau mengisyaratkan bahwa umatnya kelak akan dapat menaklukan
Romawi (Byzantium). Padahal Romawi baru dapat di Taklukan oleh umat
Islam pada masa daulah Utsmaniyah sekian abad sesudahnya, berapa
generasi yang telah telampaui dan berapa panjang perjalanan da?wah yang
telah dilalui? Akan tetapi ikhwah fillah betapaun telah melewati sekian
banyak generasi, ?Ashalah? tetap terjaga, ?Hammasah? tetap terpelihara,
Islam yang sampai ke Romawi adalah Islam sebagaimana yang dijalankan
oleh generasi pertamanya yaitu Rasulullah SAW dan Para sahabat
Radhiallahu ?anhum wa radhuu?anhu.
Kepribadian yang ashalah adalah keperibadian yang telah teruji dengan
panjangngnya mata rantai perjalan da?wah, keperibadian yang hammasah
adalah kepribadian yang tak lekang kerena ?panas? dan tak lapuk karena
?hujan?, sebagai ujian dan cobaan dalam perjalanan da?wah.
Adalah Abu Ayyub Al-Anshari ra, salah seoarang sahabat yang Allah SWT
berikan kepadanya umur yang panjang, sehingga beliau masih hidup pada
masa kekhalifahan Utsman ra, beliau yang saat itu usianya sudah renta,
ketika ada seruan jihad maritim, mengarungi lautan menuju perairan Yunani
untuk menghadapi pasukan Romawi, seruan jihad berkumandang melalui
lantunan ayat-ayat Al-Qur?an ?Infiruu khifafan wa tsiqaalan? (berangkatlah
kalian dalam keadaan ringan maupun berat), lalu anak-anaknya berkata
kepadanya: ?Sudahlah Ayah tak usah ikut berperang, cukuplah kami saja
yang masih muda yang mewakili Ayah di medan perang,? dengan
kecerdasan menafsirkan ayat tersebut dibarengi dengan
pembawaan?Hikmatussuyukh Hammasatussyabab? Abu Ayyub menjawab,
?Tidak bisa, ayat tersebut telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin
baik yang tua maupun yang muda, karena ayat tersebut menyebutkan
?khifafan? (ringan) berarti ditujukan untuk kalian yang masih muda dan
?tsiqalan? ditujukan untuk yang sudah tua. Maka anak-anaknya pun tak
dapat membendung tekad sang ayah. berangkatlah Abu Ayyub Al-Anshary
turut serta dalam peperangan tersebut dan Iapun menemui syahadahnya.
Adalah Saad bin Abi Waqqash ra, yang telah menggoreskan kesaksian
perjalan da?wah dengan kepribadian yanga ashalah yang tidak berubah
karena perubahan situasi dan zaman, dari masa-masa yang penuh dengan
kesulitan dan penderitaan hingga masa-masa yang penuh dengan kemudahn
dan kesenangan, mengenang semua itu beliau berkata : ?Aku adalah salah
satu dari 7 orang sahabat (dari 10 sahabat yang dijanjikan masuk surga),
dahulu kami bersama Rasulllah SAW dalam sebuah ekspedisi, kami tidak
memiliki makanan, sehingga kami makan daun-daunan sampai perih
tenggorokan kami, akan tetapi sekarang kami yang tujuh orang ini
seluruhnya menjadi gubernur di beberapa daerah, maka kami berlindung
kepada Allah SWT agar tidak menjadi orang yang merasa besar di tengahtengah
manusia tetapi menjadi kecil di sisi Allah SWT?.
Ketiga : Lambat tapi hasilnya terjamin (Bathi? - Ma?mun)
Da?wah adalah lari estafet bukan sprint, untuk itu diperlukan kesabaran
untuk mencapai target dan sasaran dengan kwalitas terjamin, lari estafet
memang tampak kelihatan lambat , akan tetapi potensi dan tenaga
terdistribusi secara kolektif dan perpaduan kerjasama terarah secara baik
untuk memberikan sebuah jaminan kemenanagn di garis finis. Watak
perjalanan da?wah yang lambat harus dilihat dari proses dan tahapanyya
bukan dari perangai para pelakunya, karena perangai yang lambat dalam
berda?wah adalah bentuk kelalaian, yang nasab (afiliasi) nya kepada
jama?ah kaliber Internasionalpun tidak akan mempercepat langkah kerja
da?wahnya, sebagaiman hadits rasulullah SAW: ?Man bathi?a ?amaluhu lam
yusra? bihi nasabuhu? (Barang siapa yang lamban kerjanya, tidak bisa
dipercepat dirinya dengan nasabnya).
Salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah melahirkan sebuah
kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak terbelah, integritas
kepribadian seorang muslim yang ditempa di jalan Tarbawi tercermin pada
keteguhan akidahnya, keluhuran akhlaknya , kebersuhan hatinya, kebaikan
suluknya baik secara ta?abbudi, ijtima?i maupun tandzhimi.
Keberhasilan sebuah da?wah akan tampak sejauh mana keterjaminannya
bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas
kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika terjadi tragedi ?Haditsul Ifki?
yang menimpa Aisyah radhiallahu anha, banyak orang yang yang tidak
terjamin akhlaknya sehingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut,
bandingkan dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbawinya, yang
menjaga lisannya, yang lebih senang mengedepankan husnudzhannya kepad
ummul Mu?minin aisyah RA, cukuplah isteri Abu Ayyub al-anshari mewakili
keluarga para shabiyah yang berhati mulia, bagaiman ia mensikapi kasus
tersebut dengan penuh rasa ukhuwwah dan mencintai saudaranya karena
Allah SWT.
Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa Aisyah RA, isteri Abu Ayyub
al-Anshary berkata kepada suaminya : ?Ya..Abaa ayyub!, lau kunta
safwaana hal taf?alu bihurmati rasulillaahi suu?an, wa hua khairun minka,
Ya?Abaa ayyub lau kuntu ?Aisyah maa khuntu Rasulallahi abadan? (Wahai
abu Ayyub, jika engkau yang menjadi Safwannya apakah engkau berbuat
yang tidak-tidak kepada isteri Rasulullah SAW, dan Safwan lebih baik dari
engkau. Wahai abu Ayyub, kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan pernah
akau menghianati Rasulullah SAW, dan Aisyah lebih baik dariku).
Kata-kata isteri Abu Ayyub syarat dengan taushiah agar kita menjaga
syahwatul lisan, mendahulukan husnu dzhan dan menonjolkan sikap
tawaddhu sebagai bukti terjaminnya hasil da?wah.
Pendekatan taktis
Setelah ketiga faktor idealis tersebut diatas telah terealisasi dengan baik,
maka langkah berikutnya adalah memetakan langkah-langkah taktis, untuk
menyeimbangkan luasnya medan da?wah dengan jumlah kader dan
menyelaraskan dukungan masa dengan potensi (kemampuan) tarbiyah.
Rasulullah SAW melakukan program ?Bi?tsatudduat? beberapa orang
sahabat untuk menda?wahkan dan mengajarkan serta melakukan pembinaan
kepada orang-orang yang baru masuk Islam, yang telah melampaui wilayah
Makkah dan Madinah, seperti Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman dan
Khalid bin Walid yang dikirim ke wilayah irak.
Pendekatan Strategis
Langkah strategis dalam sebuah perjalanan da?wah yang sangat penting
adalah fokus untuk menyusun barisan kader inti, dimana hal ini tidak boleh
terabaikan betapapun gegap gempitanya sambutan masyarakat umum
terhadap da?wah ini, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya ?Lose of
generation?, atau generasi kader yang lowong, maka segera mendesak
untuk dirumuskan sebuah strategi membina kader baru yang sekarang ini
semakin kompetitif dengan gerakan-gerakan da?wah lainnya. Semakin
banyak jumlah jumlah kader inti disamping kader baru baik secara kwalitas
maupun kwantitas akan banyak membantu da?wah ini dalam menghadapi
berbagai permasalahan dan ancaman.
Pada masa Abu Bakar ra, terjadi gelombang pemurtadan yang luar biasa,
sehingga 2/3 jazirah Arab nyaris mengalami kemurtadan, itu artinya hanya
1/3 wilayah yang selamat yang terdiri dari kota Makkah, Madinah dan Thaif,
di ketiga kota inilah kader inti da?wah tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan
kader-kader baru dibina pada masa Khalifah Umar bin Khattab dimana
kebanyakan mereka adalah tawanan perang Riddah pada masa Abu Bakar
RA. Terbukti kemudian pada perang Qadisiyah, ketika ancaman imperium
Persia menghadang, kader-kader baru yang dibina oleh Umar bin Khaatab
selama kurang lebih satu tahun kebanyakan mereka berada dibarisan paling
depan dalam jihad fi sabilillah, dan tak jarang diantara mereka kemudian
terkenal sebagai panglima dan komandan pasukan. Itulah hasil sebuah
produk tarbiyah [lihat QS Ali Imran (3): 146]. Wallahu ?alamu bisshawab
Versi Cetak | Kirim ke rekan Copyright © 1999-2005 DPP PK Sejahtera |
Redaksi | Info Iklan | DonasiWeb
Rabu, 01 Mei 2013
Hatmiyah at Tarbiyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar